A. Hakikat Islam
Islam adalah agama yang
dibawa Nabi Muhammad saw. sebagai kelanjutan dan penyempurnaan agama
yang dibawa oleh para Nabi sebelumnya.[1] Pengertian Islam bisa dibahas
dari dua aspek, yaitu aspek kebahasaan dan aspek peristilahan. Dari segi
kebahasaan, Islam berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata salima yang
mengandung arti selamat, sentosa, dan damai. Dari kata salima
selanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri
masuk dalam kedamaian. Oleh sebab itu orang yang berserah diri, patuh, dan taat kepada Allah swt.
disebut sebagai muslim. Dari uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa
kata Islam dari segi kebahasaan mengandung arti patuh, tunduk, taat, dan
berserah diri kepada Allah swt. dalam upaya
mencari keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Hal itu dilakukan atas kesadaran dan
kemauan diri sendiri, bukan paksaan atau berpura-pura, melainkan sebagai
panggilan dari fitrah dirinya sebagai makhluk yang sejak dalam kandungan telah
menyatakan patuh dan tunduk kepada Allah swt.
Adapun pengertian Islam dari
segi istilah, banyak para ahli yang mendefinisikannya; di antaranya Prof. Dr.
Harun Nasution. Ia mengatakan bahwa Islam menurut istilah (Islam sebagai agama)
adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia
melalui Nabi Muhammad saw. sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya membawa
ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenal satu segi, tetapi mengenal berbagai
segi dari kehidupan manusia.
Sementara itu Maulana Muhammad
Ali mengatakan bahwa Islam adalah agama perdamaian; dan dua ajaran pokoknya,
yaitu keesaan Allah dan kesatuan atau persaudaraan umat manusia menjadi bukti
nyata bahwa agama Islam selaras benar dengan namanya. Islam bukan saja
dikatakan sebagai agama seluruh Nabi Allah, sebagaimana tersebut dalam al-Qur’an,
melainkan pula pada segala sesuatu yang
secara tak sadar tunduk sepenuhnya pada undang-undang.
Di kalangan masyarakat
Barat, Islam sering diidentikkan dengan istilah Muhammedanism dan Muhammedan.
Peristilahan ini timbul karena pada umumnya agama di luar Islam namanya
disandarkan pada nama pendirinya. Di Persia misalnya ada agama Zoroaster. Agama
ini disandarkan pada nama pendirinya, Zarathustra (W.583 SM). Agama lainnya,
misalnya agama Budha, agama ini dinisbahkan kepada tokoh pendirinya, Sidharta
Gautama Budha (lahir 560 SM). Demikian pula nama agama Yahudi yang disandarkan
pada orang-orang Yahudi (Jews) yang berasal dari negara Juda (Judea) atau
Yahuda.
Penyebutan istilah Muhammedanism
dan Muhammedan untuk agama Islam, bukan saja tidak tepat, akan tetapi secara
prinsip hal itu merupakan kesalahan besar. Istilah tersebut bisa mengandung
arti bahwa Islam adalah paham Muhammad atau pemujaan terhadap Muhammad,
sebagaimana perkataan agama Budha yang mengandung arti agama yang dibangun oleh
Sidharta Gautama Budha atau paham yang berasal dari Sidharta Gautama. Analogi
nama dengan agama-agama lainnya tidaklah mungkin bagi Islam.
Berdasarkan keterangan
tersebut, Islam menurut istilah mengacu kepada agama yang bersumber pada wahyu
yang datang dari Allah swt, bukan berasal dari manusia/Nabi Muhammad saw.
Posisi Nabi dalam agama Islam diakui sebagai orang yang ditugasi Allah untuk
menyebarkan ajaran Islam tersebut kepada umat manusia. Dalam proses penyebaran
agama Islam, nabi terlibat dalam memberi keterangan, penjelasan, uraian, dan
tata cara ibadahnya. Keterlibatan nabi ini pun berada dalam bimbingan wahyu
Allah swt. Dengan demikian, secara istilah, Islam adalah nama agama
yang berasal dari Allah swt. Nama
Islam tersebut memiliki perbedaan yang luar biasa dengan nama agama lainnya.
Kata Islam tidak mempunyai hubungan dengan orang tertentu, golongan tertentu,
atau negeri tertentu. Kata Islam adalah nama
yang diberikan oleh Allah swt. Hal itu dapat dipahami dari petunjuk ayat-ayat al -Qur’an yang
diturunkan Allah swt.
B. Hakikat Manusia
Pemikiran
filsafat mencakup ruang lingkup yang berskala makro yaitu: kosmologi, ontologi,
philosophy of mind, epistimologi, dan aksiologi. Untuk melihat bagaimana
sesungguhnya manusia dalam pandangan filsafat pendidikan, maka setidaknya
karena manusia merupakan bagian dari alam semesta (kosmos). Berangkat dari situ
dapat kita ketahui bahwa manusia adalah ciptaan Allah swt. yang pada
hakekatnya sebagai abdi penciptanya (ontologi). Agar bisa menempatkan dirinya
sebagai pengabdi yang setia, maka manusia diberi anugerah berbagai potensi baik
jasmani, rohani, dan ruh (philosophy of mind). Sedangkan pertumbuhan
serta perkembangan manusia dalam hal memperoleh pengetahuan itu berjalan secara
berjenjang dan bertahap melalui
pengembangan potensinya, pengalaman dengan lingkungan serta bimbingan, didikan
dari Tuhan (epistimologi), oleh karena itu hubungan antara alam lingkungan,
manusia, semua makhluk ciptaan Allah swt. dan hubungan dengan Allah sebagai
pencita seluruh alam raya itu harus berjalan bersama dan tidak bisa dipisahkan.
Adapun manusia sebagai makhluk dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya
insaninya itu, manusia diikat oleh nilai-nilai ilahi (aksiologi). Dari sini
dapat kita simpulkan bahwa manusia itu makhluk altematif (bebas) tetapi
sekaligus terikat (tidak bebas nilai).
Manusia
adalah subyek pendidikan, sekaligus juga obyek pendidikan. manusia dewasa yang
berkebudayaan adalah subyek pendidikan yang berarti bertanggungjawab menyelenggareakan
pendidikan. mereka berkewajiban secara moral atas perkembangan pribadi
anak-anak mereka, yang notabene adalah generasi penerus mereka. manusia dewasa
yang berkebudayaaan terutama yang berprofesi keguruan (pendidikan) bertanggung jawab
secara formal untuk melaksanakan misi pendidikan sesuai dengan tujuan dan
nilai-nilai yang dikehendaki, masyarakat bangsa itu.
Manusia
yang belum dewasa, dalam proses perkembangan kepribadiannya, baik menuju
pembudayaan maupun proses kematangan dan intregitas, adalah obyek pendidikan.
Artinya mereka adalah sasaran atau bahan yang dibina. Meskipun kita sadari
bahwa perkembangan kepribadian adalah self development melalui self
actifities, jadi sebagai subjek yang sadar mengembangkan diri sendiri.
Hakikat manusia sebagai makhluk ciptaan Allah tidak mungkin
dijelaskan secara tuntas oleh pemikiran filsafat yang hanya mengandalkan
kemampuan optimal rasio tapi harus merujuk ke Sang Pencipta yaitu Allah swt.[2] Dalam al-Quran dijelaskan mengenai konsep manusia dengan
menggunakan sebutan :
1. Bani Adam
Artinya dari aspek historis seluruh manusia
berasal dari satu keturunan yang sama yaitu Adam as. Firman Allah;
يَا بَنِي
آدَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وكُلُواْ وَاشْرَبُواْ وَلاَ
تُسْرِفُواْ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap
(memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih- lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (Al-A’raf; 31)
2. Basyar
Artinya
kulit kepala, wajah atau tubuh, yang menjadi tempat tumbuhnya rambut. Bisa juga
berarti mulamasah, yaitu persentuhan kulit antara laki-laki dengan perempuan.
Secara biologis, manusia merupakan makhluk yang memiliki segala sifat
kemanusiaan dan keterbatasan seperti
makan minum, seks, keamanan, kebahagiaan dan lain sebagainya. [3] Firman Allah swt:
وَمِنْ
آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَكُم مِّن تُرَابٍ ثُمَّ إِذَا أَنتُم بَشَرٌ تَنتَشِرُونَ
Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu
(menjadi) manusia yang berkembang biak. (Ar-Rum; 20)
3. Insan
Akar kata
insan adalah uns yang artinya jinak, tampak, dan harmonis. Secara
biologis postur tubuh manusia terlihat demikian sempurna serasi dan harmonis.[4] Firman Allah swt:
لَقَدْ
خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
Sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (At-Tiin; 4)
4. al-Naas
Artinya
bahwa manusia adalah makhluk sosial yang bersifat umum terlepas apakah muslim atau kafir. [5] Firman Allah swt;
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا
خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ
لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ
عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal. (Al-Hujurat;
13)
5. ‘Abd
Artinya
bahwa secara posisional manusia adalah hamba Sang Pencipta yang segala
aktifitas manusia adalah untuk menghamba / beribadah kepada-Nya. [6]
Konsep ‘abd mengacu pada tugas-tugas individual manusia sebagai
hamba Allah. Secara luas, konsep ‘abd sebenarnya meliputi seluruh
aktivitas manusia dalam kehidupannya. Islam menggariskan bahwa seluruh
aktivitas seorang hamba selama ia hidup di alam semesta dinilai sebagai ibadah
jika aktvitas itu ditujukan semata-mata hanya untuk mencari ridha Allah swt. Bekerja, belajar jika ditujukan hanya untuk
mencari ridha allah itu akan menjadi ibadah. Jadi semua aktivitas seorang hamba
dalam seluruh dimensi kehidupan adalah ibadah jika dilakukan hanya untuk
mencari ridha Allah semata.
Firman
Allah swt:
أَفَلَمْ يَرَوْا إِلَى مَا بَيْنَ
أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُم مِّنَ السَّمَاء وَالْأَرْضِ إِن نَّشَأْ نَخْسِفْ
بِهِمُ الْأَرْضَ أَوْ نُسْقِطْ عَلَيْهِمْ كِسَفًا مِّنَ السَّمَاء إِنَّ فِي
ذَلِكَ لَآيَةً لِّكُلِّ عَبْدٍ مُّنِيبٍ
Maka apakah mereka tidak melihat
langit dan bumi yang ada di hadapan dan di belakang mereka? Jika Kami
menghendaki, niscaya Kami benamkan mereka di bumi atau Kami jatuhkan kepada
mereka gumpalan dari langit. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kekuasaan Tuhan) bagi setiap hamba yang kembali (kepada-Nya). (Saba’; 9)
6. Khalifah
Artinya
pemimpin atau pengganti Allah di bumi yang mengemban amanat kemanusiaan,
pertanggungjawaban, usaha dan akibat-akibat perbuatan, cobaan dan ujian yang
dihadapinya. [7]
Firman Allah swt;
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ
إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُواْ أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ
فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاء وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ
قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُونَ
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah
di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui."
(Al-Baqarah; 30)
7.
al-Ins
Artinya tidak liar atau tidak bebas, maksudnya manusia punya
potensi untuk menjadi makhluk berperadaban. Sebuah peradaban adalah hasil dari
aktifitas manusia yang menetap tidak liar. [8] Firman Allah swt;
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku
(adz-Dzariyat:56)
8.
Ummah
Artinya bahwa ada kesamaan latarbelakang yang dijadikan alasan
untuk tergabung dalam kelompok umat, pengertian ini menampilkan umat sebagai
kelompok sejenis yakni manusia. [9] Firman Allah swt;
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ
بِجَنَاحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُمْ مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ
شَيْءٍ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ
Dan tiadalah hewan-hewan yang ada di
bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya melainkan umat-umat
juga seperti kamu. (Q.6:38)
C. Hakikat Alam
Alam berarti dunia, alam semesta, jika dianalisis alam
merupakan alam yang sesungguhnya atau alam yang nyata. Dengan kata lain alam semesta adalah
tempat bernaung makhluk-mahkluk Allah swt. Berpegang pada dalil-dalil al-Qur’an, maka
alam semesta ini diciptakan oleh Allah untuk kepentingan manusia dan untuk dipelajari
manusia agar dapat menjalankan fungsi dan kedudukannya sebagai manusia di muka
bumi ini. Berikut ini diuraikan konsepsi alam menurut ilmu pengetahuan, agama
dan filsafat.
Konsepsi alam menurut ilmu pengetahuan tid ak konstan tapi berubah-ubah berdasarkan perkembangan ilmu
pengetahuan.[10] Oleh karena itu dalam Islam ilmu pengetahuan tidak untuk
memuaskan rasa ingin tau belaka tapi hendaknya untuk menambah keimanan. [11]
Alam yang menjadi sumber ilmu pengetahuan
(ilmiah), pengertiannya dibatasi pada alam empirik yang bisa diteliti
hukum alam beserta realitas yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan sains atau
ilmu pengetahuan maka alam semesta yang kita
ketahui sekarang ini mulanya berasal dari gas yang berserakan secara
teratur di angkasa kemudian menjadi kabut (menjadi kumpulan kosmos-kosmos)
dalam pengertian alam semesta mencakup tentang mikrokosmos dan makrokosmos.
Mikrokosmos yaitu benda-benda yang berukuran kecil seperti, atom, sel, elektron
dan benda-benda kecil lainnya. Adapun makrokosmos yaitu benda-benda yang
berukuran besar, seperti bintang, planet dan matahari.[12]
Konsepsi alam menurut Islam bersifat absolut. Konsepsi alam
dalam referensi Islam adalah segala sesuatu yang ada selain Allah swt. Kehidupan manusia dan peredaran alam diatur
Allah swt. dalam tata kehidupan
tertentu, yang dinamakan “sunnatullah”. Secara umum alam terdiri dari alam dunia
dan alam akhirat, namun secara periodik
maka alam dibagi 4, yaitu: alam ruh,
alam dunia, alam kubur, dan alam
akhirat. Alam akhirat merupakan alam terakhir yang abadi sedangkan alam kubur lebih lama dari alam dunia yang sangat singkat.
Adapun konsepsi alam berdasarkan filsafat bersifat konstan, [13] menurut Ibn
Sina alam dibagi ke dalam tiga kategori; Wajib Al-Wujud, Mumkin Al-Wujud,
dan Mumtani’ Al-Wujud (ontologi). Alam diciptakan oleh Allah dari
emanasi-Nya (pancaran) yang menjadikan akal manusia ingat kepada Allah bahwa
alam itu diciptakan-Nya (aksiologi). Allah sama sekali tidak sama dengan
makhluk-Nya, Allah-lah yang telah menciptakan alam dari ketiadaan
(epistemologi).
D. Kedudukan Manusia di Alam Menurut Islam
Manusia
adalah makhluk yang paling sempurna oleh karena itu manusia mendapat posisi
yang sangat strategis di alam yaitu sebagai hamba Allah (‘abd Allah) dan khalifah
Allah (khalifah Allah fi al-ardh). [14] Secara hirarkis ‘abd
berada pada kedudukan yang paling rendah. Ia menjadi milik dan hamba “Tuan”
nya. Di antara sikap seorang hamba yang harus diperlihatkan kepada tuannya
adalah, tunduk, patuh dan taat. [15] Konsep khalifah secara hirarkis berada pada
kedudukan tertinggi yang mengandung pengertian bahwa manusia mengemban tugas
untuyk mewujudkan serta membina sebuah tatanan kehidupan yang harmonis di bumi.
Keharmonisan yang menyangkut hubungan antar, sesama manusia, dan antar manusia
dengan alam raya, sesuai dengan perintah yang diamanatkan Allah kepadanya. [16]
Kedudukan
manusia sebagai ‘abd dan khalifah disebabkan karena manusia
memiliki potensi (fitrah) berupa ‘aql, qalb dan nafs.
Namun potensi tersebut tidak otomatis berkembang tapi bergantung pada usaha
manusia untuk mengembangkannya. Untuk itu Allah menurunkan wahyu-Nya kepada
para Nabi, agar menjadi pedoman bagi manusia dalam mengaktualisasikan fitrahnya
secara utuh dan selaras dengan tujuan penciptaannya. [17]
[2]Jalaluddin, Filsafat
Pendidikan Islam Telaah Sejarah dan Pemikirannya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011),
hlm. 79.
[3]Ramayulis dan
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Telaah Sistem Pendidikan dan
Pemikiran Para Tokohnya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), hlm. 48.
[10]Murtadha
Muthahhari, Manusia dan Alam Semesta: Konsepsi Islam tentang Jagad Raya,
(Jakarta : Lentera, 2002), hlm. 52.
[11]Mulyadhi
Kartanegara, Nalar Religius Menyelami Hakikat Tuhan, Alam dan Manusia,
(Jakarta : Erlangga, 2007), hlm. 45.
[12]A. Mahardono dan
S.A Bandono, Serba-Serbi Dunia Kehidupan , (Bandung:: Karya Indah, 1991),
hlm. 16.
No comments:
Post a Comment