A. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan
kunci kemajuan dan kesuksesan masa depan suatu bangsa, itu pulalah yang
menyebabkan pemimpin Jepang paska bom Hiroshima dan Nagasaki menanyakan berapa orangkah
guru yang masih tertinggal dan selamat. Pendidikan merupakan pembimbigan
seseorang kearah dewasa, baik secara biologis, ekonomis dan sosiologis.
Seseorang yang dewasa harus mempunyai skill life atau kecakapan hidup sehingga
dia tidak menjadi beban bagi orang lain. Untuk mendapatkan keterampilan (skill
laife) tentu harus melalui proses yang tidak sebentar, proses tersebut
dinamakan dengan proses belajar.
Belajar adalah
terminologi yang digunakan untuk menggambarkan proses meliputi perubahan
melalui pengalaman. Proses perubahan tersebut secara relative untuk memperoleh
penambahan permanen dalam pemahaman, sikap, pengetahuan, informasi, kemampuan
dan ketrampilan melalui pengalaman[1]
Menurut Skiner
Belajar juga diartikan sebagai suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah
laku yang berlangsung secara progresif.[2]
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang didasarkan pada
nilai-nilai ajaran Islam sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an dan al-Hadits
serta dalam pemikiran para ulama dan dalam praktik sejarah umat Islam[3].
Al-qur’an
dan hadits merupakan sumber ajaran Islam yang pertama dan utama yang didalamnya
mengandung berbagai macam aspek kehidupan yang patut di contoh dan diteladani
kita sebagai umatnya. Dalam prakteknya memang pendidikan Agama atau dalam hal
ini Agama Islam menuntut dan merujuk kepada tujuan utama dari pendidikan Islam
yaitu pemebentukan akhlak yang mulia.
Pendidikan
Agama Islam mempunyai tujuan yang pada akhirnya yaitu pembentukan terhadap
akhlak mulia seseorang[4]. Atas dasar itu maka
seyogyanya juga PAI sudah patut dan layak masuk ke dalam ranah UN, sebab akhir
akhir ini banyak siswa dimana mana yang sudah tidak kenal lagi dengan
kepribadian dirinya, agamanya bahkan sampai kepribadian bangsanya. Ini terbukti
dengan banyaknya tawuran disana sini, termasuk juga dengan adanya yang baru
yaitu beberapa orang siswa SMA secara bergotong royong untuk melakukan arisan
seks bersama dengan PSK yang terjadi di Surabaya.
Hal tersebut juga
ditenggarai oleh kurang dan minimnya pembelajaran PAI di sekolah ditambah lagi
dengan kurangnya tanggungjawab orang tua terhadap pendidikan agama anaknya.
Untuk itu dalam
makalah ini perlu kiranya di bahas tentang mendorong kedudukan mata pelajaran
PAI dalam kancah pendidikan di Indonesia yaitu dengan mendorong untuk menjadi
mata pelajaran yang di UN kan, dalam rangka memperbaiki akhlak bangsa yang
semakin lama semakin semerawut dan memprihatinkan.
Dari uraian
diatas ada beberapa pertanyaan pada maklah ini yaitu; (1). Apa Pengertian Memperkuat Kedudukan mata
pelajaran PAI dalam Ujian Nasional? (2). Bagaimana Problematika mata pelajaran
PAI dalam Ujian Nasional?. Dengan tujuan yaitu: (1). Untuk mengetahui
pengertian Memperkuat Kedudukan mata pelajaran PAI dalam Ujian Nasional. (2). Untuk
mengetahui problematika mata pelajaran PAI dalam Ujian Nasional (pro dan
kontra). Dan karna keterbatasan waktu, biaya dan lain sebagainya maka,
penulisan dan pembahasan pada makalah
ini dibatasi hanya pada pengertian tentang memperkuat kedudukan mata pelajaran
PAI dalam Ujian Nasioanl dan problematika mata pelajaran PAI dalam Ujian
Nasional baik yang pro maupun kontra.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian
Dalam kamus besar bahasa Indonesia memperkuat
berasal dari kata “kuat” yang berarti mampu, tahan, tidak mudah goyah, kencang
dan kemudian mendapatkan imbuhan depan me
dan per yang berarti menjadikan
lebih kuat, memperkukuh, memperteguh, mempersangat[5]. Kedudukan diartikan
sebagai tingkatan atau martabat dan atau status[6]. Dari penjelasan diatas
bahwa yang dimaksud dengan memperkuat kedudukan mata pelajaran PAI dalam UN
ialah menjadikan untuk lebih kuat dan menyamakan status mata pelajaran PAI
dengan mata pelajaran lain (yang di UN kan) dengan mengikutsertakan nya dalam
ujian nasional
2. Problematika Mata Pelajaran PAI dalam Ujian Nasional
2.1 Pro PAI masuk ke UN
Dalam
UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) disebutkan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Bab I Pasal 1)[7].
Itu artinya,
penyelenggaraan proses pendidikan bukan hanya pada kecerdasan intelektual
kognitif saja akan tetapi tidak juga bisa mengabaikan sisi kecerdasan sosial
dan kecerdasan ruhani peserta didik.
Namun demikian, kenyataan yang terjadi selama ini, kecerdasan akademik
lebih ditonjolkan dalam dunia pendidikan. Pendidikan yang mendewakan
angka-angka menjadi primadona dalam dunia pendidikan. Padahal jelas, pendidikan
tak hanya mengembangkan potensi kognitif semata, tetapi juga mengembangkan kepribadian dan membentuk akhlak mulia peserta
didik. Pada titik ini, Pendidikan Agama Islam (PAI) sebenarnya berkontribusi melahirkan peserta didik yang
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, dan
akhlak mulia.
Ketua MPR
RI., Dr. H. Hidayat Nurwahid MA., mendesak Depdiknas untuk memasukkan mata
pelajaran pendidikan agama Islam (PAI) dalam ujian nasional (UN). Diharapkan,
masuknya PAI dalam UN bisa memperbaiki akhlak generasi muda, sekaligus
menempatkan PAI dalam mata pelajaran strategis[8].
Pendapat
ketua MPR ini didasarkan pengamatan pada saat pengumuman kelulusan UN banyak
siswa yang melakukan corat-coret di baju bahkan rambutnya. Hal itu menandakan
bukan keberhasilan pendidikan melainkan kegagalan sekolah dalam membentuk
perilaku siswa. Kemudian beliau membandingkan dengan lulusan pesantren. Sampai
sekarang belum terdengar adanya santri yang melakukan corat-coret setelah lulus
UN atau tawuran antar pesantren. Menurut beliau, bahwa ini menandakan, dengan
penanaman PAI yang baik dalam kehidupan akan membuat para santri bertingkah
Islami. Seharusnya PAI juga bisa diterapkan di sekolah-sekolah layaknya
pesantren.
2.2.
Kontra PAI dalam UN
Berbeda dengan pendapat di atas bahwa persoalan pendidikan agama
sebenarnya tidak tergantung pada penilaiannya, melainkan ditentukan oleh
prosesnya yang baik dan menarik. Dalam catatan J. Riberu, pendidikan agama yang
kadang-kadang kurang menarik bagi siswa sebenarnya bukan karena
ajaran-ajaran agama tidak bernilai bagi peserta didik, melainkan karena cara
penyajian yang kurang tepat[9].
Sesuai dengan pandangan ini, problem pendidikan agama tidak terletak pada cara
penilaiannya, melainkan tergantung cara penyajiannya. Dengan demikian,
substansi masalah pendidikan agama terletak pada persoalan metodologi, sehingga
dalih pemerintah menyelenggarakan UN pendidikan agama untuk maksud mengangkat
kedudukan pendidikan agama tidak tepat.
Berkaitan dengan alasan untuk meningkatkan mutu pendidikan agama,
menurut Tasman bahwa, kebijakan UN pendidikan agama juga tidak berdasar yang
kuat. Jika pemerintah memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan
agama, seharusnya terlebih dahulu melakukan kajian secara ilmiah yang serius
dengan melibatkan kalangan perguruan tinggi. Dalam Laporan UNESCO The
International Commission on Education for Twenty-first Century disebutkan
bahwa "memperbaiki mutu pendidikan pertama-tama tergantung perbaikan
perekrutan, pelatihan, status sosial, dan kondisi kerja para guru”[10].
Berdasar pernyataan tersebut, inti permasalahan dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan, termasuk pendidikan agama terletak pada mutu
gurunya. Dengan demikian, untuk meningkatkan mutu pendidikan agama tentunya
harus dimulai dari peningkatan mutu guru pendidikan agama.
Selain pertimbangan di atas, penyelenggaraan UN pendidikan agama
belum memiliki dasar hukum yang kuat. Untuk penyelenggaraan UN pendidikan
agama, karena melibatkan Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan Nasional
perlu ada Surat Keputusan Bersama kedua kementerian. Lebih dari itu, proses
penetapan kebijakan UN pendidikan agama juga perlu melibatkan stakeholders,
termasuk para penyelenggara pendidikan swasta. Dengan demikian, penyelenggaraan
UN pendidikan agama tidak terbebani muatan politik, apalagi kepentingan yang
lain.
Meskipun pemerintah telah menetapkan Standar Nasional Pendidikan,
tetapi tidak berarti bahwa hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural,
dan kemajemukan bangsa hususnya berkaitan dengan “keragaman materi” pendidikan
agama sebagai realitas sosial bangsa Indonesia dinafikan. Kita dapat menerima
adanya standar kurikulum pendidikan agama, tetapi satuan pendidikan dan
penyelenggara pendidikan (khususnya pendidikan swasta) memiliki hak yang
dijamin undang-undang, termasuk berhak memilih dan menentukan serta
mengembangkan materi pelajaran agama.
Jika pendidikan agama diujikan secara nasional berarti dilakukan
penyeragaman bukan hanya dalam standar kompetensi, tetapi juga dalam materi
pelajaran, sehingga hak satuan pendidikan dan penyelenggara pendidikan tersebut
diabaikan. Dengan demikian, kebijakan UN pendidikan agama tidak sejalan
dengan prinsip penyelenggaraan pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang
nomor 20 tahun 2003 tersebut.
Siapapun akan sepakat dan mendukung atas setiap
usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan, termasuk pendidikan agama. Segala
upaya peningkatan mutu pendidikan agama seharusnya dilaksanakan secara
sistematis dan memiliki kerangka dasar yang jelas. Sebab, upaya untuk
meningkatkan mutu pendidikan agama yang tidak memiliki landasan yang kuat,
sebagaimana halnya kebijakan UN pendidikan agama justru kontraproduktif,
merugikan masyarakat, dan pemborosan uang negara.
C. PENUTUP
1.
Kesimpulan
a.
memperkuat kedudukan
mata pelajaran PAI dalam UN ialah menjadikan untuk lebih kuat dan menyamakan
status mata pelajaran PAI dengan mata pelajaran lain (yang di UN kan) dengan
mengikutsertakan nya dalam ujian nasional.
b. Secara
politik jika mata pelajaran PAI masuk kedalam daftar mata pelajaran yang di UN
kan, maka umat Islam akan menang.
2.
Saran-Saran
a. Bagi teman teman para pembaca tentu
makalah ini banyak sekali kekurangan di sana sini, untuk itu perlu kritik dan
saran sebagai bahan untuk perbaikan demi perkembangan ilmu pengetahuan.
b. Bagi guru PAI, bahwa jika mata pelajaran
PAI masuk kedalam mata pelajaran yang di UN kan, maka kita sudah sepantasnya
untuk menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Darajat Zakia, Bunga Rampai Pendidikan
Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1980.
Fathurohman Pupuh, Strategi Belajar
Mengajar Melalui Penanaman konsep Umum dan Konsep Islam, Jakarta: Reflika
Aditama, 2011.
Hamami Tasman,: disampaikan dalam Saresehan USBN Pendidikan Agama
yang diselenggarakan oleh Majelis Dikdasmen PWM DIY, Diunduh dari http.www.makalah
PAI masuk dalam UN, tgl 4 Desember 2012.
http:www.wikipedia Pernah di muat di
Harian Pikiran Rakyat, 7 Juli 2007. Diunduh dari. Mata Pelajaran PAI masuk
UN?. pada tanggal 2 Desember 2012
Nata Abudin, Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan
Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008).
Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar,
Jakarta: PT Rineka Cipta, 2001,
UU SISDIKNAS, 2003
MAKALAH
MEMPERKUAT
KEDUDUKAN
MATA
PELAJARAN PAI DALAM UN (UJIAN NASIONAL)
Diajukan
Untuk memenuhi Salah Satu Tugas Individu Pada Mata Kuliah
Pengembangan Materi Ajar dan Kurikulum PAI
Dosen Pengampu
1. Dr. Muhajir,
MA.
Oleh:
Muhamad Toha PAI/A
NIM:
1140101044
PASCA SARJANA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
IAIN “SULTAN MAULANA HASANUDIN” BANTEN
SERANG 2012
|
[1] Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar,
Jakarta: PT Rineka Cipta, 2001, hal 24
[2]
Pupuh Fathurohman, Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman konsep Umum
dan Konsep Islam, Jakarta: Reflika Aditama, 2011, hal 5
[3]
Abudin Nata, Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan
Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), cet
ke.3, 173.
[4]
Zakia Darajat, Bunga Rampai Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Bumi
Aksara, 1980, hal 15.
[5]
KBBI
[6]
Ibid
[7]
UU SISDIKNAS, 2003
[8]
Pernah di muat di Harian Pikiran Rakyat, 7 Juli 2007. Diunduh dari
http:www.wikipedia. Mata Pelajaran PAI masuk UN?. pada tanggal 2
Desember 2012
[9]
Tasman Hamami, MA : disampaikan dalam Saresehan USBN
Pendidikan Agama yang diselenggarakan oleh Majelis Dikdasmen PWM DIY, Diunduh
dari http.www.makalah PAI masuk dalam UN, tgl 4 Desember 2012.
[10]
Ibid