16 December 2012

Proses Suksesi Abu Bakar Siddik


A.   Proses Suksesi Abu Bakar Siddik
Abu Bakar dilahirkan di Mekkah pada tahun  572 M dan wafat pada tanggal 21 Jumadil Akhir 13 H /634 M, dalam usia 63 tahun.  Beliau wafat pada musim dingin, karena sakit yang dideritanya selama 15 hari.[1]
Beliau seorang laki-laki yang berkulit putih, kurus dan kedua pipinya tipis, serta tulang pipinya agak menonjol. Beliau tidak pernah mengikat kainnya dan dibiarkannya menggantung di pinggangnya. Wajahnya selalu berkeringat, kedua matanya agak cekung, kenignya lonjong, jari-jarinya selalu terbuka.[2]

Beliau menjadi Khalifah selama 2 tahun yakni dari tahun 632 M sampai tahun 634 M. Sedangkan arti khalifah adalah pengganti Rasulullah.[3] Beliau adalah satu-satunya Al-Khulafau Al-Rasyidun yang meninggal karena sakit.
Tatkala Rasulullah wafat, terjadi dua sesi musyawarah tentang khalifah pengganti Rasulullah, sesi pertama di tsaqifah bani Sa'idah yang dihadiri oleh para petinggi kaum Anshar dan Muhajirin, kemudian sesi kedua di mesjid Nabawi dengan disaksikan oleh seluruh kaum muslimin secara umum (bai'ah ammah/kubra).[4] Pada sesi pertama Saad bin Ubadah dari kaum Anshar ingin menjabat sebagai khalifah. Tapi hasil musyawarah memutuskan bahwa Abu Bakar-lah yang terpilih sebagai khalifah. Setelah peristiwa baiat tsaqifah tersebut, dari kaum Anshar tidak pernah lagi ada yang berniat untuk menjadi khalifah. [5]
Berikut ini adalah Pidato pertama Abu Bakar Siddiq dalam baiat ammah / kubra:
”Wahai manusia! Aku telah diangkat untuk memimpin kalian padahal aku bukan yang terbaik di antara kalian. Jika aku berbuat baik, maka bantulah dan ikutilah aku. Tapi jika aku berbuat salah maka luruskanlah! Kebenaran adalah suatu kepercayaan sedangkan dusta adalah suatu pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kamu adalah kuat di mata saya, sesudah haknya saya berikan kepadanya-insya Allah, dan orang yang kuat buat saya adalah lemah, sesudah haknya nanti saya ambil—insya Allah. Apabila ada golongan yang meninggalkan perjuangan di jalan Allah, maka Allah akan menimpakan kehinaan kepada mereka. Apabila kejahatan itu sudah meluas pada suatu golongan, maka Allah akan menyebarkan bencana kepada mereka. Taatilah saya selama saya taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Tetapi apabila saya melanggar (perintah) Allah dan Rasulullah maka gugurlah kesetiaanmu kepada saya. Laksanakanlah salat kamu, Allah akan merahmati kamu sekalian." [6]


B.   Proses Suksesi Umar bin Khattab
Umar bin Khattab dilahirkan pada tahun 581 M dan wafat pada hari Rabu, 25 Dzulhijjah 23 H/644 M, dalam usia 64 tahun. Beliau menjadi khalifah selama sepuluh tahun dan menyebut dirinya sebagai amirul mu’minin yang berarti komandan orang-orang yang beriman yang mengandung makna bahwa kepemimpinan seluruh kegiatan  dihubungkan dengan keimanan.[7]
 Ciri-ciri fisik Umar bin Khatab adalah: Berkulit putih kemerah-merahan, pipi, hidung dan matanya bagus, telapak kaki dan telapak tangan besar, berbadan tegap, tinggi dan botak, sangat kuat dan keras, bila berjalan sangat cepat, bila bicara sangat jelas. [8]
Di penghujung usianya ia selalu berdoa kepada Allah agar mati syahid. Umar bin Khattab dibunuh oleh Abu Lukluk (Fairuz), seorang budak pada saat ia akan memimpin salat Subuh. Fairuz adalah salah seorang warga Persia yang masih kafir. Pembunuhan ini konon dilatarbelakangi dendam pribadi Abu Lukluk (Fairuz) terhadap Umar. Fairuz merasa sakit hati atas kekalahan Persia, yang saat itu merupakan negara digdaya. [9]
Sebelum Abu Bakar wafat, beliau menunjuk Umar bin Khattab sebagai penggantinya.
"Setujukah kalian dengan orang yang dicalonkan menjadi pemimpin kalian? Saya sudah berijtihad menurut pendapat saya dan tidak saya mengangkat seorang kerabat. Yang saya tunjuk menjadi pengganti adalah Umar bin Khattab. Patuhi dan taatilah dia!" Mereka menjawab: "Kami patuh dan taat." Ketika itu ia mengangkat tangan ke atas seraya berkata: "Ya Allah, yang kuinginkan untuk mereka hanyalah yang terbaik untuk mereka. Aku khawatir mereka dilanda kekacauan. Aku sudah bekerja untuk mereka dengan apa yang sudah lebih Kauketahui. Setelah aku berijtihad dengan suatu pendapat untuk mereka, maka untuk memimpin mereka kutempatkan orang yang terbaik di antara mereka, yang terkuat menghadapi mereka dan paling berhati-hati agar mereka menempuh jalan yang benar." Setelah orang banyak mendengar doanya itu apa yang dilakukannya mereka makin yakin. [10]

Peristiwa pada tsaqifah Bani Sa’idah, hampir menimbulkan konflik antara kaum Anshar dan kaum Muhajirin.[11] Agar peristiwa tersebut tidak terulang kembali, maka Abu Bakar Siddik mempersiapkan Umar bin Khattab sebagai khalifah pengganti beliau. [12]
Berkat kepemimpinan Abu Bakar Siddik, proses suksesi Umar Bin Khattab boleh dikatakan lebih berjalan lancar dibandingkan proses suksesi Abu Bakar Siddik sendiri, karena sebelum Rasulullah saw  wafat, beliau tidak menunjuk atau  mempersiapkan siapa khalifah pengganti Rasulullah saw.

C.   Daulah Islamiyah pada Masa Abu Bakar Siddiq
Sebagai khalifah pertama, Abu Bakar menghadapi tantangan yang sangat berat yaitu menghadapi para pembangkang zakat dan para murtaddin.
Ketika Rasulullah SAW wafat maka orang-orang arab kembali murtad, Yahudi dan Nasrani menampakkan taringnya, sementara kemunafikan mulai tersebar, kaum muslimin ibarat domba yang kucar-kacir diguyur hujan lebat pada malam yang pekat dan dingin, hingga Abu Bakar berhasil menyatukan mereka kembali. [13]

Mereka menganggap dengan wafatnya Rasulullah maka berhenti pula segala urusan yang berkenaan dengan Islam. Ada yang masih muslim tapi enggan membayar zakat tapi ada juga yang yang murtad.
Terhadap mereka Abu Bakar berkata: "Demi Allah, orang yang keberatan menunaikan zakat kepadaku, yang dulu mereka lakukan kepada Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam, akan kuperangi." [14]
Seandainya pasukan Abu Bakar dikalahkan oleh pasukan kaum murtad tentulah akan bertambah lagi jumlah kaum muslimin yang murtad, dan Islam sebagai agama yang masih berumur relatif muda akan terus-menerus diintimidasi. Tapi sebaliknya pasukan Abu Bakar menang perang bahkan mendapatkan alasan untuk menyerang Irak dan Syam yang ketika itu merupakan imperium Bizantium Romawi dan Persia. Sehingga pada masa pemerintahan Abu Bakar, Negara Irak dan Syam berhasil diislamkan.
Akibat perang Riddah tersebut, para sahabat Rasulullah yang hafal Al-Quran banyak yang mati syahid, sehingga pada masa Abu Bakar  mushaf ayat-ayat Al-Quran untuk  pertama kali dikumpulkan. [15]
Pada masa itu ada dua negara adi kuasa yang memiliki banyak negara jajahan yaitu Persia dan Bizantium Romawi. Bizantium Romawi dipimpin oleh Kaisar Heraklius yang wilayah kekuasaannya meliputi Afrika Utara, Anatolia dan Eropa Timur. Pada tahun 631 M khalifah Abu Bakar Siddiq mengirim misi dagang dan dakwah ke Hira, tetapi rombongan dari Madinah itu dibantai habis oleh penguasa Byzantium. Atas desakan penduduk Madinah yang berasal dari Hira, pasukan kaum Muslimin menyerbu Hira dan mengusir tentara Byzantium dari tanah air mereka. Adapun Hira pada masa itu adalah ibu kota negara Irak.[16] Kemenangan kaum Muslimin ini disambut gembira di wilayah-wilayah Arab yang dikuasai Byzantium seperti Syam, Palestina, Libanon, Yerusalem dan Mesir. Para penganut madzab Nasaritah dan Yaakibah yang telah lama ditindas oleh penguasa Byzantium, meminta bantuan kaum Muslimin untuk membebaskan negeri mereka dari penjajahan Romawi dan Kristen Barat. Permintaan ini baru bisa dipenuhi oleh khalifah Umar bin Khattab (634-644 M), Karena Abu Bakar wafat ketika pasukannya  yang dipimpin oleh Khalid Bin Walid baru berperang selama 30 hari melawan pasukan Bizantium di Syam (634 M).
Hukum dapat menjamin kemakmuran umat. Hukum menciptakan keamanan, mengatur sistem pengumpulan dan pembagian rezeki. Dan hukum pula yang menjamin berjalannya seluruh undang-undang dan peraturan. Beliau tidak pernah menempatkan diri di atas Undang-Undang. Beliau tidak pernah memberikan sanak saudaranya kekuasaan yang lebih tinggi dari Undang-Undang. Beliau adalah hakim yang memutuskan perkara yang timbul dengan jalan musyawarah dengan para sahabat.
Organisasi dan mekanisme pemerintahan Abu Bakar begitu kuat dan merata. Hubungan antara pusat (Madinah) dan daerah sampai kepada instansi yang terendah di suku-suku kabilah sangat erat. Itu adalah hasil kemenangan Abu Bakar dalam perang Riddah. Sistem politik pada masa Abu Bakar masih bersifat sentral. Yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif berada di tangan khalifah. Meskipun demikian beliau selalu mengutamakan musyawarah dalam mengambil suatu keputusan. 
Khalifah Abu Bakar adalah panglima tertinggi angkatan perang, Beliau mengangkat Khalid Bin Walid sebagai panglima Besarnya dan para sahabat Rasulullah sebagai kepala-kepala pasukan. Strategi dan taktik perang dikomando dari Madinah. Sedangkan Shalat Jama’ah dan Jum’at diimami langsung oleh Abu Bakar.

D.   Daulah Islamiyah pada masa Umar bin Khattab
Umar menjadi khalifah selama 10 tahun, Pada masa Umar bin Khattab, terjadi perluasan daerah dengan cepat, Rasullullah saw bersabda tentang Umar bin Khattab:
Aku bermimpi sedang mengulurkan timba ke dalam sebuah sumur yang ditarik dengan penggerek, maka datanglah Abu Bakar mengambil air dari sumur tersebut satu atau dua timba dan dia begitu lemah menarik timba tersebut-semoga Allah mengampuninya-, setelah itu datanglah Umar bin Khattab mengambil air sebanyak-banyaknya, aku tidak pernah melihat seorang pemimpin abqari yang begitu gesit sehingga seluruh manusia dapat minum sepuasnya dan memberikan minum unta-unta mereka. [17]

Hadits di atas menyinggung tentang keampuan Umar bin Khattab memperluas wilayah Islam. Bila pada masa Abu Bakar negara adikuasa seperti Bizantium Romawi dan Persia dapat dikalahkan, maka pada masa Umar bin Khattab Islam telah menjadi negara adikuasa yang memiliki wilayah yang sangat luas.   

Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Mekkah, Madinah, Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina dan Mesir. Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan. Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk. Demikian pula jawatan pekerjaan umum. Umar juga mendirikan baitul mal menempa mata uang dan menciptakan tahun hijrah. [18]

Pada pemerintahan Umar bin Khattab, perluasan wilayah menyebabkan pertukaran ilmu pengetahuan, seperti ilmu administrasi negara yang diadopsi dari Persia.


[1] Ibnu Katsir terj. Abu Ihsan Al Atsari, 2004. Al- Bidayah Wan Nihayah Masa Khulafaur Rasyidin. Jakarta: Darul Haq, hlm.28
[2] Ahmad Abdul ‘Ala ath-Tahtawi terj. M.Mukhlisin, 2009. The Great Leader- Kisah Khulafaurrasidin,Jakarta: Gema Insani., hlm.46
[3] Badri Yatim, 2008. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada, hlm.35
[4]Marzuki Haji Mahmood., Prof., 1994. Kontroversi Dalam Sejarah Pemerintahan Khulafau Al- Rasyidun. Selangor-Malaysia: Universiti Kebangsaan, hlm.26-27
[5]ibid
[6] Ibnu Katsir.,Op.cit., hlm.71-72
[7]Laura Etheredge, 2010. Islamic History. New York-USA: Britannica Educational Publishing, hlm.56
[8]Sami bin Abdillah bin Ahmad al-Maghluts, 2005. Atlas Khalifah Umar bin Khatab. Riyadh: Maktabah Al-‘Abikan, hlm.17
[9] Ibnu Katsir.,Op.cit., hlm.181-182
[10] Muhammad Husain Haekal terj. Ali Audah, 2002. Umar bin Khattab, Jakarta: Litera AntarNusa, hlm.89
[11] Ibnu Katsir.,Op.cit., hlm.49
[12] Ibid., hlm.191
[13] Ibid., hlm.74
[14] Muhammad Husain Haekal,Op.Cit, hlm.87
[15] Ibid., hlm.25
[16] P.M. Holt, 2008. The Cambridge History of Islam ,Cambridge UK: Cambridge University Press, hlm.60
[17] Ibnu Katsir.,Op.cit., hlm.173
[18] Badri Yatim, Op.Cit., hlm.37-38

No comments:

Post a Comment