A. Proses Suksesi Abu Bakar Siddik
Abu Bakar dilahirkan
di Mekkah pada tahun 572 M dan wafat
pada tanggal 21 Jumadil Akhir 13 H /634 M, dalam usia 63 tahun. Beliau wafat pada musim dingin, karena sakit
yang dideritanya selama 15 hari.[1]
Beliau seorang laki-laki yang berkulit
putih, kurus dan kedua pipinya tipis, serta tulang pipinya agak menonjol.
Beliau tidak pernah mengikat kainnya dan dibiarkannya menggantung di
pinggangnya. Wajahnya selalu berkeringat, kedua matanya agak cekung, kenignya
lonjong, jari-jarinya selalu terbuka.[2]
Beliau menjadi
Khalifah selama 2 tahun yakni dari tahun 632 M sampai tahun 634 M. Sedangkan
arti khalifah adalah pengganti Rasulullah.[3] Beliau
adalah satu-satunya Al-Khulafau Al-Rasyidun yang meninggal karena sakit.
Tatkala Rasulullah
wafat, terjadi dua sesi musyawarah tentang khalifah pengganti Rasulullah, sesi
pertama di tsaqifah bani Sa'idah yang dihadiri oleh para petinggi kaum
Anshar dan Muhajirin, kemudian sesi kedua di mesjid Nabawi dengan disaksikan
oleh seluruh kaum muslimin secara umum (bai'ah ammah/kubra).[4] Pada
sesi pertama Saad bin Ubadah dari kaum Anshar ingin menjabat sebagai khalifah.
Tapi hasil musyawarah memutuskan bahwa Abu Bakar-lah yang terpilih sebagai
khalifah. Setelah peristiwa baiat tsaqifah tersebut, dari kaum Anshar
tidak pernah lagi ada yang berniat untuk menjadi khalifah. [5]
Berikut ini adalah
Pidato pertama Abu Bakar Siddiq dalam baiat ammah / kubra:
”Wahai manusia! Aku telah diangkat
untuk memimpin kalian padahal aku bukan yang terbaik di antara kalian. Jika aku
berbuat baik, maka bantulah dan ikutilah aku. Tapi jika aku berbuat salah maka
luruskanlah! Kebenaran adalah suatu kepercayaan sedangkan dusta adalah suatu
pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kamu adalah kuat di mata saya,
sesudah haknya saya berikan kepadanya-insya Allah, dan orang yang kuat
buat saya adalah lemah, sesudah haknya nanti saya ambil—insya Allah.
Apabila ada golongan yang meninggalkan perjuangan di jalan Allah, maka Allah
akan menimpakan kehinaan kepada mereka. Apabila kejahatan itu sudah meluas pada
suatu golongan, maka Allah akan menyebarkan bencana kepada mereka. Taatilah
saya selama saya taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Tetapi apabila saya melanggar
(perintah) Allah dan Rasulullah maka gugurlah kesetiaanmu kepada saya.
Laksanakanlah salat kamu, Allah akan merahmati kamu sekalian." [6]
B.
Proses
Suksesi Umar bin Khattab
Umar bin Khattab dilahirkan pada tahun 581 M dan wafat pada
hari Rabu, 25 Dzulhijjah 23 H/644 M, dalam usia 64 tahun. Beliau menjadi
khalifah selama sepuluh tahun dan menyebut dirinya sebagai amirul mu’minin
yang berarti komandan orang-orang yang beriman yang mengandung makna bahwa kepemimpinan
seluruh kegiatan dihubungkan dengan
keimanan.[7]
Ciri-ciri fisik
Umar bin Khatab adalah: Berkulit putih kemerah-merahan, pipi, hidung dan
matanya bagus, telapak kaki dan telapak tangan besar, berbadan tegap, tinggi
dan botak, sangat kuat dan keras, bila berjalan sangat cepat, bila bicara
sangat jelas. [8]
Di penghujung usianya ia selalu berdoa kepada Allah agar
mati syahid. Umar bin Khattab dibunuh oleh Abu Lukluk
(Fairuz), seorang budak pada saat ia akan memimpin salat Subuh. Fairuz adalah
salah seorang warga Persia yang masih kafir. Pembunuhan ini konon
dilatarbelakangi dendam pribadi Abu Lukluk (Fairuz) terhadap Umar. Fairuz
merasa sakit hati atas kekalahan Persia, yang saat itu merupakan negara
digdaya.
[9]
Sebelum Abu Bakar wafat, beliau menunjuk Umar bin Khattab
sebagai penggantinya.
"Setujukah
kalian dengan orang yang dicalonkan menjadi pemimpin kalian? Saya sudah
berijtihad menurut pendapat saya dan tidak saya mengangkat seorang kerabat.
Yang saya tunjuk menjadi pengganti adalah Umar bin Khattab. Patuhi dan taatilah
dia!" Mereka menjawab: "Kami patuh dan taat." Ketika itu ia
mengangkat tangan ke atas seraya berkata: "Ya Allah, yang kuinginkan untuk
mereka hanyalah yang terbaik untuk mereka. Aku khawatir mereka dilanda
kekacauan. Aku sudah bekerja untuk mereka dengan apa yang sudah lebih
Kauketahui. Setelah aku berijtihad dengan suatu pendapat untuk mereka, maka
untuk memimpin mereka kutempatkan orang yang terbaik di antara mereka, yang
terkuat menghadapi mereka dan paling berhati-hati agar mereka menempuh jalan
yang benar." Setelah orang banyak mendengar doanya itu apa yang
dilakukannya mereka makin yakin. [10]
Peristiwa pada tsaqifah Bani Sa’idah, hampir menimbulkan
konflik antara kaum Anshar dan kaum Muhajirin.[11]
Agar peristiwa tersebut tidak terulang kembali, maka Abu Bakar Siddik
mempersiapkan Umar bin Khattab sebagai khalifah pengganti beliau. [12]
Berkat kepemimpinan Abu Bakar Siddik, proses suksesi Umar
Bin Khattab boleh dikatakan lebih berjalan lancar dibandingkan proses suksesi
Abu Bakar Siddik sendiri, karena sebelum Rasulullah saw wafat, beliau tidak menunjuk atau mempersiapkan siapa khalifah pengganti
Rasulullah saw.
C. Daulah Islamiyah pada Masa Abu Bakar Siddiq
Sebagai khalifah pertama, Abu Bakar menghadapi tantangan
yang sangat berat yaitu menghadapi para pembangkang zakat dan para murtaddin.
Ketika
Rasulullah SAW wafat maka orang-orang arab kembali murtad, Yahudi dan Nasrani
menampakkan taringnya, sementara kemunafikan mulai tersebar, kaum muslimin
ibarat domba yang kucar-kacir diguyur hujan lebat pada malam yang pekat dan
dingin, hingga Abu Bakar berhasil menyatukan mereka kembali. [13]
Mereka menganggap dengan wafatnya Rasulullah maka
berhenti pula segala urusan yang berkenaan dengan Islam. Ada yang masih muslim
tapi enggan membayar zakat tapi ada juga yang yang murtad.
Terhadap mereka Abu Bakar berkata: "Demi Allah, orang
yang keberatan menunaikan zakat kepadaku, yang dulu mereka lakukan kepada
Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam, akan kuperangi." [14]
Seandainya pasukan Abu Bakar dikalahkan oleh pasukan kaum
murtad tentulah akan bertambah lagi jumlah kaum muslimin yang murtad, dan Islam
sebagai agama yang masih berumur relatif muda akan terus-menerus diintimidasi.
Tapi sebaliknya pasukan Abu Bakar menang perang bahkan mendapatkan alasan untuk
menyerang Irak dan Syam yang ketika itu merupakan imperium Bizantium Romawi dan
Persia. Sehingga pada masa pemerintahan Abu Bakar, Negara Irak dan Syam
berhasil diislamkan.
Akibat perang Riddah tersebut, para sahabat Rasulullah
yang hafal Al-Quran banyak yang mati syahid, sehingga pada masa Abu Bakar mushaf ayat-ayat Al-Quran untuk pertama kali dikumpulkan. [15]
Pada masa itu ada dua negara adi kuasa yang memiliki
banyak negara jajahan yaitu Persia dan Bizantium Romawi. Bizantium Romawi
dipimpin oleh Kaisar Heraklius yang wilayah kekuasaannya meliputi Afrika Utara,
Anatolia dan Eropa Timur. Pada tahun 631 M khalifah Abu Bakar Siddiq mengirim
misi dagang dan dakwah ke Hira, tetapi rombongan dari Madinah itu dibantai
habis oleh penguasa Byzantium. Atas desakan penduduk Madinah yang berasal dari
Hira, pasukan kaum Muslimin menyerbu Hira dan mengusir tentara Byzantium dari
tanah air mereka. Adapun Hira pada masa itu adalah ibu kota negara Irak.[16]
Kemenangan kaum Muslimin ini disambut gembira di wilayah-wilayah Arab yang
dikuasai Byzantium seperti Syam, Palestina, Libanon, Yerusalem dan Mesir. Para
penganut madzab Nasaritah dan Yaakibah yang telah lama ditindas oleh penguasa
Byzantium, meminta bantuan kaum Muslimin untuk membebaskan negeri mereka dari
penjajahan Romawi dan Kristen Barat. Permintaan ini baru bisa dipenuhi oleh
khalifah Umar bin Khattab (634-644 M), Karena Abu Bakar wafat ketika
pasukannya yang dipimpin oleh Khalid Bin
Walid baru berperang selama 30 hari melawan pasukan Bizantium di Syam (634 M).
Hukum
dapat menjamin kemakmuran umat. Hukum menciptakan keamanan, mengatur sistem
pengumpulan dan pembagian rezeki. Dan hukum pula yang menjamin berjalannya
seluruh undang-undang dan peraturan. Beliau tidak pernah menempatkan diri di
atas Undang-Undang. Beliau tidak pernah memberikan sanak saudaranya kekuasaan
yang lebih tinggi dari Undang-Undang. Beliau adalah hakim yang memutuskan
perkara yang timbul dengan jalan musyawarah dengan para sahabat.
Organisasi dan mekanisme pemerintahan Abu Bakar begitu
kuat dan merata. Hubungan antara pusat (Madinah) dan daerah sampai kepada
instansi yang terendah di suku-suku kabilah sangat erat. Itu adalah hasil
kemenangan Abu Bakar dalam perang Riddah. Sistem politik pada masa Abu Bakar
masih bersifat sentral. Yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif berada di
tangan khalifah. Meskipun demikian beliau selalu mengutamakan musyawarah dalam
mengambil suatu keputusan.
Khalifah Abu Bakar adalah panglima tertinggi angkatan
perang, Beliau mengangkat Khalid Bin Walid sebagai panglima Besarnya dan para
sahabat Rasulullah sebagai kepala-kepala pasukan. Strategi dan taktik perang
dikomando dari Madinah. Sedangkan Shalat Jama’ah dan Jum’at diimami langsung
oleh Abu Bakar.
D. Daulah Islamiyah pada masa Umar bin Khattab
Umar menjadi khalifah selama 10 tahun, Pada masa Umar bin
Khattab, terjadi perluasan daerah dengan cepat, Rasullullah saw bersabda
tentang Umar bin Khattab:
Aku
bermimpi sedang mengulurkan timba ke dalam sebuah sumur yang ditarik dengan
penggerek, maka datanglah Abu Bakar mengambil air dari sumur tersebut satu atau
dua timba dan dia begitu lemah menarik timba tersebut-semoga Allah mengampuninya-,
setelah itu datanglah Umar bin Khattab mengambil air sebanyak-banyaknya, aku
tidak pernah melihat seorang pemimpin abqari yang begitu gesit sehingga seluruh
manusia dapat minum sepuasnya dan memberikan minum unta-unta mereka. [17]
Hadits di atas
menyinggung tentang keampuan Umar bin Khattab memperluas wilayah Islam. Bila
pada masa Abu Bakar negara adikuasa seperti Bizantium Romawi dan Persia dapat
dikalahkan, maka pada masa Umar bin Khattab Islam telah menjadi negara adikuasa
yang memiliki wilayah yang sangat luas.
Karena
perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur administrasi negara
dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia.
Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Mekkah,
Madinah, Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina dan Mesir. Beberapa
departemen yang dipandang perlu didirikan. Pada masanya mulai diatur dan
ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam
rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif. Untuk menjaga
keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk. Demikian pula jawatan
pekerjaan umum. Umar juga mendirikan baitul mal menempa mata uang dan
menciptakan tahun hijrah. [18]
Pada
pemerintahan Umar bin Khattab, perluasan wilayah menyebabkan pertukaran ilmu
pengetahuan, seperti ilmu administrasi negara yang diadopsi dari Persia.
[1] Ibnu Katsir terj. Abu Ihsan Al
Atsari, 2004. Al- Bidayah Wan Nihayah
Masa Khulafaur Rasyidin. Jakarta: Darul Haq, hlm.28
[2] Ahmad Abdul ‘Ala ath-Tahtawi terj.
M.Mukhlisin, 2009. The Great Leader- Kisah Khulafaurrasidin,Jakarta: Gema
Insani., hlm.46
[4]Marzuki Haji Mahmood., Prof., 1994. Kontroversi Dalam Sejarah Pemerintahan
Khulafau Al- Rasyidun. Selangor-Malaysia: Universiti Kebangsaan, hlm.26-27
[5]ibid
[6] Ibnu Katsir.,Op.cit., hlm.71-72
[7]Laura Etheredge, 2010. Islamic History. New York-USA:
Britannica Educational Publishing, hlm.56
[8]Sami bin Abdillah bin Ahmad
al-Maghluts, 2005. Atlas Khalifah Umar
bin Khatab. Riyadh: Maktabah Al-‘Abikan, hlm.17
[9] Ibnu Katsir.,Op.cit., hlm.181-182
[10] Muhammad Husain Haekal terj. Ali Audah, 2002. Umar
bin Khattab, Jakarta:
Litera AntarNusa, hlm.89
[11] Ibnu Katsir.,Op.cit., hlm.49
[12] Ibid., hlm.191
[13] Ibid., hlm.74
[15] Ibid., hlm.25
[16]
P.M.
Holt, 2008. The
Cambridge History of Islam ,Cambridge
UK: Cambridge University Press, hlm.60
[17] Ibnu Katsir.,Op.cit., hlm.173
No comments:
Post a Comment